Jumat, 29 Mei 2015

Pengenalan Alat Musik Tradisional Sulawesi Selatan

Bugis Makassar - Gendang/Genrang/Ganrang Yang Bahannya dibuat dari kayu seperti kayu batang pohon cendana, kayu batang pohon nangka, kayu batang pohon kelapa dan kayu jati. Pilihan bahan dalam pembuatan gendang tersebut karena disamping ketahanannya juga karakter bunyi yang dihasilkannya karena kayu tersebut berfungsi sebagai tabung suara atau ruang resonansi. 
Instrumen Musik Tradisional Sulawesi Selatan

Gendang tersebut, disekat oleh kulit hewan (kulit kambing) sebagai sumber bunyi dan rautan rotan kecil yang dibelah empat sebagai penarik sekat atau pembentang kulit kambing tersebut untuk mendapatkan hasil bunyi yang diinginkan.

Fungsinya:

1. Gendang Besar (Ganrang Pakballe)
 
Sebagai media spiritual ke transcendental pada setiap upacara-upacara ritual seperti pada pencucian benda-benda pusaka kerajaan (Gowa), upacara perkawinan pada prosesi akpassili (pembersihan) dan akkorongtigi (malam pacar), upacara assongkabala (tulakbala), khitanan.

2. Gendang Tengah (Ganrang Pakarena)
Sebagai sarana hiburan, mengiringi tari-tarian, upacara perkawinan, sunatan ataukah dihadirkan di depan tamu-tamu agung.

3. Gendang Kecil (Ganrang Pamanca)
sebagai musik pengiring seni beladiri atau pencak silat dan paraga (permainan akrobat bola takrow). pada upacara ritual, tabuhan gendang disertai tiupan serunai (puik-puik), dan tabuhan gong.

SULING
Instrumen Musik Tradisional Sulawesi Selatan

1. Suling Ponco’ (suling pendek), adalah suling yang memiliki 6 (enam) lubang nada. Pada masyarakat Sinjai suling ponco’ disebut juga suling kambara (kembar) dalam penyajiannya dilengkapi dengan nyanyian-nyanyian seperti: buruda, donda, lenggang-lenggang, si jauh la malang, ammacciang, dan lain-lain.

2. Suling Lampe (suling panjang). Suling lampe agak lebih panjang dari suling ponco’ memiliki 5 (lima) lubang nada. Pada ujung suling lampe ditambahkan tanduk kerbau yang berfungsi sebagai corong pembesar suara.

3. Suling Lontarak, adalah suling yang memiliki 4 (empat) lubang nada. Pada masyarakat Barru suling lontarak selain untuk menghibur masyarakat juga berfungsi seagai sarana ritual meong palo (naskah kuno suku Bugis). Suling lontarak dibunyikan disertai dengan nyanyian-nyanyian yang syairnya berisikan tentang petuah-petuah dan nasehat leluhur.
 

4. Suling Bulatta pada masyarakat Sidenreng Rappang sebagai sarana hiburan yakni disamping sebagai alat instrument pelipur lara untuk kalangan sendiri juga digunakan sebagai alat pengiring tari, pengiring lagu-lagu.

5. Suling Baliu, bagi masyarakat Soppeng menjadi musik pelipur lara di kala suntuk. Menghilangkan kejenuhan di kala menjaga kebun, dan memberikan efek ketenangan hati (terapi otot). Adapun lubang nada pada alat musik ini terdiri atas 4 (empat) lubang nada dan menyerupaijenis suling ponco’ namun sedikit lebih pendek.

6. Suling Lembang (suling panjang) pada masyarakat Toraja berfungsi ritual karena hadir pada saat pelaksanaan upacara rambu solo (upacara kedukaan) yang dimainkan bersamaan dengan gong dan nyanyian (vocal). Suling lembang ditambahkan tanduk kerbau pada ujungnya sebagai corong pembesar suara.
 


K e c a p i
Instrumen Musik Tradisional Sulawesi Selatan

Instrumen Musik Petik. Kecapi merupakan salah satu bentuk alat musik tradisional Sulawesi Selatan. Termasuk dalam rumpun alat musik chordophone atau alat musik yang bersumber bunyi dari dawai/senar. Dahulu kecapi sangat digemari dikalangan tua dan muda, dapat menjadi pelipur lara dikala gundah ataupun teman bersuka ria. Kecapi juga menjadi sahabat dekat bagi para petani yang sedang menunggui sawah ataupun para pelaut yang sedang berlayar di tengah samudera.

Seiring perjalan zaman pemainan kecapi sebagai sarana hiburan tampil lebih fleksibel berdasar pada permintaan masyarakat. Kecapi dapat dimainkan oleh satu orang dapat juga secara berkelompok dalam bentuk ansambel sejenis. Juga dapat dimainkan bersama dengan alat musik tradisional lainnya seperti gendang, suling, lea-lea, gong, biola, mandaliong, katto-katto dan lain-lain.
 

Adakalanya disertai penyanyi laki-laki atau penyanyi perempuan. Permainan kecapi juga digunakan sebagai pengiring tarian. Permainan kecapi hadir pada upacara-upacara seperti perkawinan, sunatan, acara kenegaraan dan lainnya. Adapun bahan pembuatannya dari batang pohon kayu cendana, kayu nangka dan kayu jati. Alat musik ini terdiri atas 2 (dua) senar/dawai dengan masing-masing senar memiliki stem yang berbeda. Dahulu, kecapi dalam masyarakat terdiri atas 3(tiga) grep namun mengalami perkembangan menjadi 4-6 grep.
Instrumen Musik Tradisional Sulawesi Selatan

(Gambar kecapi "kitoka", yang merupakan inovasi kecapi tradisional Bugis Makassar)
 

Demikian  
Pengenalan Alat Musik Tradisional Sulawesi Selatan 

Kamis, 28 Mei 2015

Pergerakan Mahasiswa

Menjadi seorang mahasiswa yang sejatinya kaum elit intelektual muda hendaknya tidak lepas dari putaran roda pergerakan kemahasiswaan itu sendiri yang dinamis. Gelar yang disematkan pada mahasiswa seperti Iron Stock, Moral Force, dan Agent of Change merupakan buah karya kedinamisan pergerakan kemahasiswaan dalam sejarah bangsa ini pada khususnya. Setelah disebutkan beberapa kali, kita sebagai mahasiswa wajib hukumnya untuk mengetahui definisi serta beberapa faktor fundamental yang melatarbelakanginya.
Pergerakan kemahasiswaan merupakan gerakan yang dilandasi atas belum adanya titik equilibrium antara harapan rakyat dengan pencapaian pemerintah dengan maksud untuk mengubah realita sosial yang ada. Pergerakan kemahasiswaan sendiri memiliki beberapa dimensi yang terkandung didalamnya seperti intelektualitas, orientasi kerakyatan serta gerakan yang strategis dan taktis. Dari definisi yang sudah secara jelas dipaparkan tersebut, jelas sekali perbedaan mendasar antara pergerakan kemahasiswaan dengan kegiatan kemahasiswaan. Pergerakan kemahasiswaan bisa dianggap sebagai sebuah aktivitas dengan kesadaran tinggi untuk berkontribusi secara langsung ke masyarakat di luar gerbang kampus. Sedangkan kegiatan kemahasiswaan seperti belajar, mengikuti UKM, kepanitiaan bisa dijadikan sebagai fasilitator dalam pengembangan diri baik dalam akademis maupun non-akademis (soft skill). Namun, seringkali tidak terlihat batasan yang jelas antara pergerakan dan kegiatan itu sendiri. Banyak rekan mahasiswa yang terlena dengan kehidupan kampus dengan perspektifnya sendiri bahwa pergerakan kemahasiswaan merupakan bagian dari seluruh aktivitasnya di internal kampus. Hal semacam inilah yang kadang menurunkan kurva pergerakan kemahasiswaan itu sendiri.
Pergerakan kemahasiswaan menuntut adanya rasa tanggap terhadap isu dan keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Namun, dewasa ini pergerakan kemahasiswaan seakan sudah mulai menurun dari titik kulminasinya. Apabila teringat oleh kita pergerakan mahasiswa angkatan ’66 serta reformasi ’98, sungguh mahasiswa secara tulus dan bertanggung jawab sebagai pengawal kebijakan pemerintah untuk membantu meluruskan kembali jalan negara ini. Bahkan, bila kita menengok ke belakang lebih jauh ke dalam diri tokoh The Founding Fathers para pendiri negara ini, gelar mahasiswa sangat lekat pada diri mereka saat melakukan pergerakan semasa muda mereka. Intisari dari pergerakan inilah yang rasanya mulai berkurang saat ini. Mahasiswa cenderung untuk memikirkan kegiatan kemahasiswaan dirinya sendiri tanpa pengimplementasian secara konkrit kepada masyarakat luas yang selalu berteriak akan adanya kesejahteraan. Semangat kemahasiswaan sudah tidak seperti dulu lagi yang bergerak untuk rakyat.
Aksi turun ke jalan sering diasosiasikan dengan pergerakan kemahasiswaan itu sendiri. Mungkin hal inilah yang menurunkan semangat kemahasiswaan saat ini. Padahal, tujuan dari pergerakan kemahasiswaan yang sudah dibahas memiliki banyak cara untuk merealisasikannya. Dunia saat ini yang informatif dan serba hi-tech seharusnya dimanfaatkan untuk membakar semangat pergerakan kemahasiswaan itu sendiri serta mendekatkan lagi status mahasiswa sebagai “sahabat” seluruh level masyarakat, seperti lewat media massa, televisi, dll. Kontribusi nyata terhadap masyarakat ini tentunya menjadi harapan seluruh rakyat terhadap mahasiswa.